Dishubkominfo, Singaparna – Industri digital yang semakin maju membuat banyak orang terlena akan kecanggihan yang dihadirkannya.
Kecepatan dalam mendapatkan informasi maupun hiburan dampaknya bisa memberikan efek Popcorn Brain Syndrome terutama bagi anak-anak.
Popcorn Brain Syndrome merupakan istilah yang sering digunakan untuk seseorang yang terbiasa dengan isi konten yang singkat dan cepat.
Banyak orang mudah melompat-lompat dari satu informasi ke informasi yang lain, mirip seperti biji jagung yang kemudia meletus menjadi popcorn.
Otak yang terbiasa dengan rangsangan instan, dampak jangka panjangnya akan kesulitan untuk menghadapi aktivitas yang membutuhkan ketekunan.
Orang akan merasa jenuh dan bosan jika mengonsumsi konten yang berdurasi panjang.
Fenomena ini banyak muncul pada anak-anak yang sudah kecanduan gadget dan sering mencari hiburan instan.
Dilansir dari kanal Instagram @tasikkabsaberhoaks pada Rabu 26 Maret 2025 bahwasannya ada ciri, penyebab, hingga cara mengatasi fenomena Popcorn Brain Syndrome pada anak-anak.
Ciri-ciri anak yang terdampak oleh Popcorn Brain Syndrome
- Kesulitan dengan topik atau tugas yang membutuhkan fokus lebih lama
- Beralih-alih tugas atau mainan tanpa menyelesaikannya
- Mudah terdistraksi dengan hal-hal kecil disekitarnya
- Sulit lepas dari handphone
- Sulit berimajinasi
Penyebab Popcorn Brain Syndrome
- Otak terbiasa mendapatkan dopamine secara instan (flash dopamine)
- Otak baru bisa memproses informasi ketika disampaikan dengan cepat dan singkat
- Otak terbentuk untuk mengejar social reinforcement & engagement secara terus menerus dari likes, comment, dan interaksi online lainnya.
Cara Mengatasi Popcorn Brain Syndrome
- Tidak ada konsumsi media digital sampai minimal usia 2 tahun
- Batasi konsumsi digital, perbanyak aktivitas fisik, dan interaksi
- Stop berikan gadget untuk solusi cepat “mendiamkan” anak anda
- Hentikan membuat konsumsi digital sebagai “reward” untuk perilaku baik
Untuk mengatasi fenomena ini diperlukan adanya kesadaran dari pihak orang tua untuk lebih mengawasi anak-anak dari gadget.
Jagalah keseimbangan antara bermain gadget dan kebersamaan keluarga agar lebih terjalin kerukunan secara langsung.***