JEJAK SEJARAH DI BALIK NAMA RADIO PEMDA KABUPATEN TASIKMALAYA

 

Dishubkominfo, Singaparna – Di balik nama sebuah lembaga, kerap tersimpan cerita yang tak banyak diketahui orang. Begitu pula dengan LPPL Radio Purbasora 105,7 FM (PAS FM).  Stasiun radio milik Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya yang namanya lekat di telinga masyarakat ternyata menyimpan kisah sejarah yang menarik.

Proses penamaan “Purbasora” bukan sekadar keputusan administratif biasa. Nama ini berakar dari upaya pencarian identitas khas untuk daerah Tasikmalaya, sebagai bagian dari corong pemerintah dalam menyebarkan informasi.

Hal itu diungkapkan langsung oleh penggagas yang memprakarsai bentuk kelembagaa  RSPD menjadi LPPL yakni Abdul Naseh atau yang akrab disapa Anes dalam wawancara dikediamannya pada Senin (14/4/2025).

“Awalnya saya lapor dulu ke Pak Bupati, agar ada ikon atau sebutan yang dapat mencirikan daerah Tasikmalaya. Lalu beliau menyarankan supaya saya mencari nama itu lewat ahli sejarah yang ada di Tasik,” ujar Anes.

Saran itu  akhirnya merujuk ke sosok Pa Alfian, seorang guru yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan sekaligus Asisten Daerah II dan dikenal sebagai ahli sejarah Tasikmalaya. Dari konsultasi bersama Alfian inilah muncul satu nama yakni Purbasora.

Nama ini diambil dari sosok Purbasora yang menurut cerita adalah salah satu anak raja dari Kerajaan Galunggung. Purbasora merupakan seorang perempuan yang bertugas sebagai humas Kerajaan yang dalam istilah modernnya ini Public Relations Officer. Anes menjelaskan bahwa pemilihan nama tersebut terasa tepat, sebab fungsi radio pemerintah saat itu serupa dengan peran Purbasora di masa lampau.

“Jadi nama Purbasora ini diambil dari salah seorang anak raja Galunggung yang pada saat masa pemerintahannya menjadi humasnya kerajaan. Nah, radio Purbasora itu kan juga fungsinya sebagai humasnya pemerintah daerah, jadi identik dengan itu,” jelasnya.

Meski begitu, nama Purbasora ternyata juga menimbulkan polemik di kalangan masyarakat sejarawan, sebab dalam beberapa versi cerita, Purbasora dikaitkan dengan konotasi negatif di Jawa Barat. Purbasora disebut sebagai sosok yang pernah mengkhianati Raja Galunggung, namun bagi narasumber, hal tersebut bukanlah fokus utama.

“Saya tidak melihat ke arah sana, yang penting momennya waktu itu, kita di Bagian humas dan Protokol, nama Purbasora ini cocok karena identik dengan peran Radio RSPD yang kelak berganti nama menjadi Purbasora – sebagai corong pemerintah daerah. Tempat menyampaikan informasi, pendidikan, hiburan, dan kabar-kabar penting lain untuk masyarakat,” katanya.

Anes juga menegaskan pentingnya peran media milik pemerintah dalam menjaga kualitas informasi. Menurutnya, informasi yang disebarluaskan oleh media pemerintah seperti Purbasora harus disampaikan secara formal dan akurat, karena akan menjadi rujukan bagi media swasta dan instansi lain. Bila sampai keliru, citra pemerintah daerah pun akan dipertaruhkan.

“Kalau informasi dari pemerintah tidak akurat, akan menjadi bahan judge statement dari masyarakat. Kan memalukan kalau pemerintah tidak bisa memberi contoh yang baik dalam penyebaran informasi,” tambahnya.

Lebih dari sekadar nama, Purbasora kini telah menjadi simbol kehadiran suara pemerintah daerah dalam ruang dengar masyarakat Kabupaten Tasikmalaya. Radio ini tetap menjalankan tugas utamanya yakni menjadi penghubung antara pemerintah dan masyarakat dengan informasi yang dapat dipercaya.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *