MENELUSURI ASAL USUL IDENTITAS KABUPATEN TASIKMALAYA

Kabupaten Tasikmalaya tempo dulu dengan menara Eiffel yang terbuat dari bambu (Sumber: kumeokmemehdipacok.blogspot.com)

Dishubkominfo, Singaparna – Pada artikel kali ini akan menelusuri kembali jejak sejarah Kabupaten Tasikmalaya yang disusun berdasarkan naskah pembacaan sejarah singkat Tasikmalaya yang dibacakan pada hari jadi ke-390 Tahun 2022.

Kabupaten Tasikmalaya awalnya bernama Kabupaten Sukapura yang berasal dari wilayah Sukakerta, sebuah kerajaan kecil bawahan Kerajaan Sunda-Pajajaran yang beribu kota di Dayeuh Tengah, Salopa.

Penguasa pertama Sukakerta adalah Sri Gading Anteg, yang hidup semasa Prabu Siliwangi memerintah. Namun, pada tahun 1579, Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh. Sejak saat itu, Sukakerta bersama federasi kerajaan Sunda kecil lainnya sepakat untuk berhimpun di bawah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang.

Pada masa Kerajaan Sumedanglarang dipimpin oleh Gesan Ulun, wilayah Priangan terjepit oleh tiga kekuatan kerajaan Islam, yaitu Kesultanan Cirebon di utara, Kesultanan Banten di barat, dan Kesultanan Mataram di timur.

Di tangan Sultan Agung, Mataram berkembang menjadi kerajaan adidaya. Rangkaian ekspansi militernya sukses menaklukkan 2/3 wilayah Pulau Jawa. Untuk menyempurnakan ambisinya menguasai seluruh Jawa, Mataram harus menaklukkan Tatar Sunda dan penaklukan Priangan menjadi kuncinya.

Mulai akhir abad ke-16, Mataram melakukan penetrasi politik dan militer terhadap pemimpin-pemimpin Priangan, memaksa mereka tunduk dan bersekutu. Satu per satu wilayah Priangan jatuh, diawali oleh Galuh pada tahun 1595, lalu disusul Sumedanglarang yang menyerahkan diri pada tahun 1613. Sejak saat itu, Sukakerta menjadi koloni Mataram dengan status administratif setingkat umbul.

Setelah menguasai Priangan, Sultan Agung hendak merebut Batavia dari tangan Banten yang saat itu bersekutu dengan kongsi dagang VOC. Dengan menguasai Batavia, Mataram berharap bisa mengendalikan jalur perdagangan rempah-rempah dunia dan meraih keuntungan besar.

Tahun 1628, Sultan Agung memerintahkan Wedana Bupati Priangan, Dipati Ukur, beserta 11 umbul bawahannya untuk menyerang Batavia melalui jalur darat. Sementara itu, Tumenggung Bahurekso memimpin serangan dari jalur laut dengan 10.000 pasukan. Penyerangan ini direncanakan berlangsung serentak. Namun, armada laut Bahurekso tak kunjung tiba selama hampir satu minggu, sementara logistik semakin menipis. Dipati Ukur akhirnya memutuskan menyerang tanpa menunggu pasukan laut.

Keputusan ini ditentang oleh para umbul seperti Ki Wirawangsa (umbul Sukakerta), Ki Samahita (Sindangkasih), Ki Astamangala (Cihaurbeuti), dan Uyang Sarana (Indihiang). Mereka menilai keputusan tersebut merupakan bentuk makar terhadap Sultan Mataram. Selain itu, pasukan Banten dan VOC dianggap lebih kuat. Ki Wirawangsa memprediksi, jika penyerangan itu tetap dilakukan, maka kekalahan besar akan menimpa pasukan Priangan dan rakyat akan menanggung dampaknya.

Namun, Dipati Ukur tetap bersikukuh karena didukung penuh oleh sebagian besar Umbul. Maka, Ki Wirawangsa dan sekutunya pun menarik pasukan untuk menyelamatkan rakyat masing-masing.

Ternyata, perkiraan Ki Wirawangsa benar. Balatentara Dipati Ukur kalah dipukul mundur pasukan Banten & VOC. Darah juang ribuan rakyat Priangan pun tertumpah di Batavia. Akibat kegagalannya, tahun 1630, Dipati Ukur beserta ribuan balatentaranya ditangkap dan dihukum mati Sultan Agung di Mataram.

Setelah tragedi Ukur, Sultan Agung Mataram melakukan reorganisasi kekuasaan di wilayah Priangan. Sukakerta yang awalnya kekuasaan setingkat umbul, berubah menjadi Sukapura dengan kekuasaan setara dengan Kabupaten.

Pada tanggal 9 Muharam tahun Jim Akhir atau 26 Juli 1632 masehi, berkat jasa dan keberanian Wirawangsa, Sultan Agung mengangkatnya menjadi Mantri Agung Bupati Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha yang berkedudukan di Sukaraja. Rakyat menyambut gembira berdirinya Kabupaten Sukapura, karena Sultan Agung pun memberikan kemerdekaan. Rakyat Sukapura tidak perlu membayar upeti kepada Sultan Mataram selama tujuh keturunan. sejak saat inilah Kabupaten Tasikmalaya berdiri. Pembentukan Kabupaten Tasikmalaya serta peristiwa penobatan Raden Wirawangsa sebagai bupati pertama ini tercatat dalam “Piagam Mataram”.

Sepeninggal Wiradadaha I, tampuk pemerintahan digantikan oleh putranya yang bernama Raden Jaya Manggala dengan gelar raden Tumenggung Wiradadaha II. Namun Wiradadaha II tidak lama berkuasa karena pada tahun pengangkatannya sebagai tumenggung meninggal dunia karena di hukum mati. Keluarganya hanya mendapatkan tambela (keranda) yang berisi mayat Wiradadaha II, oleh karena itu Wiradadaha II terkenal dengan julukan Dalem Tambela.

Raden Wiradadaha II (Dalem Tambela) digantikan oleh adiknya, Raden Anggadipa dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha III, yang terkenal dengan sebutan Dalem Sawidak. Pada masa pemerintahannya mengalami kemajuan yang sangat pesat, ditandai dengan berbagai keberhasilan, diantaranya keberhasilan menyelaraskan urusan pemerintahan dengan keagamaan, hubungan ulama dan umaro terjalin dengan harmonis, saling menghargai, dan saling menghormati.

Sebagai bentuk penghormatannya Raden Wiradadaha III, ia menempatkan putranya yaitu Raden Subamanggala untuk belajar kepada Syeh Abdul Muhyi di Pamijahan. Kemudian menggantikan ayahnya sebagai bupati dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha IV. Raden Wiradadaha IV meninggal dunia dan dimakamkan di Pamijahan dekat gurunya Syeh Abdul Muhyi dan dikenal dengan sebutan Dalem Pamijahan.

Raden Wiradadaha IV digantikan oleh anak angkatnya Raden Secapati. Raden Secapati adalah cucu Dalem Tambela. Setelah diangkat menjadi bupati dia menggunakan nama Raden Tumenggung Wiradadaha V, tetapi lebih dikenal dengan sebutan Dalem Tumenggung Secapati.

Setelah wafat, Wiradadaha V digantikan oleh putranya yang bernama Raden Jayadireja dengan gelar Raden Wiradadaha VI. Beliau sering bertolak belakang dengan pemerintah kolonial, Wiradadaha VI mengundurkan diri dan digantikan anaknya Raden Jaya Manggala II dengan gelar Raden Wiradadaha VII atau Raden Adipati Wiratanubaya. Di makamkan di Pasir Tando, beliau terkenal dengan sebutan Dalem Pasir Tando.

Pengganti Wiradadaha VII adalah putranya yang ke V Raden Demang Anggadipa dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VIII. Ia terkenal dengan sebutan Dalem Sepuh. Ketika ia menolak menanam nila, Wiradadaha VIII dipecat, Sukapura diintegrasikan kedalam wilayah Kabupaten Limbangan.

Kabupaten Sukapura didirikan kembali dengan bupatinya turunan Bupati Sumedang, yakni Raden Tumenggung Surialaga, yang lebih dikenal dengan sebutan Dalem Talun. Dua tahun kemudian, Dalem Talun mengundurkan diri, Kabupaten Sukapura diserahkan kembali ke Bupati Limbangan. Namun, selanjutnya dari Bupati Limbangan dikembalikan lagi ke Wiradadaha VIII kecuali daerah Suci dan Panembong.

Pada kekuasaan Wiradadaha VIII, Sukapura memiliki wilayah kekuasaan yang luas. Wilayahnya meliputi sebagian Sumedang, Malangbong, Ciawi, Indihiang, Singaparna, dan Tasikmalaya. Sebagian dari galuh yaitu Pasir Panjang, Banjar, Kawasen, Parigi, Cijulang, Mandala, Cikembulan, dan Kalipucang. Wilayah Sukapura asalnya hanya distrik Mangunreja, Panyeredan, Taraju, Sukaraja, Parung, Karang, Cikajang, Batu Wangi, dan Nagara (Pameungpeuk), tanah yang luas ini disebut tanah Galunggung.

Karena terlalu luas, Kabupaten Sukapura dibagi tiga bagian yakni Afdeeling Sukapura Kolot, Sukapura, dan Tasikmalaya. Sukapura Kolot dengan ibu kota Mangunreja meliputi dua afdeeling yakni afdeeling Mangunreja (Panyeredan, Karang, Sukaraja, Taraju, dan Parung), dan afdeeling Cikajang (Batu Wangi, Kandang Wesi, Nagara dan Sela Cau. Sukapura meliputi dua afdeelling yaitu afdeeling Manonjaya (Pasir Panjang, Banjar, dan Kawasen) dan afdeeling Parigi (Parigi, Cijulang, Mandala, Cikembulan, dan Kalipucang), serta afdeeling Tasikmalaya mencakup Ciawi, Indihiang, Malangbong.

Setelah memiliki wilayah yang luas, ibu kota Sukapura dipindahkan ke Manonjaya. Pada waktu itu, Wiradadaha VIII wafat dan dimakamkam di Tanjungmalaya. Kemudian digantikan oleh adiknya R.T. Danuningrat dengan gelar Wiradadaha IX yang membangun Kota Manonjaya. Setelah wafat, Danuningrat digantikan Raden Rangga Wiradimanggala dengan gelar R.T Wiratanubaya sebagai Bupati Sukapura ke X.

Setelah wafat, R.T. Wiratanubaya yang lebih dikenal dengan sebutan Dalem Sumeren, karena tidak punya anak, Wiratanubaya digantikan oleh Raden Rangga Tanuwangsa dengan gelar Raden Wiraadegdaha (Bupati Sukapura XI), Kemudian digelari adipati sehingga namanya menjadi Raden Adipati Wiraadegdaha. Setelah pindah ke Bogor, R. A. Wiraadegdaha terkenal dengan sebutan Dalem Bogor.

Jabatannya digantikan adiknya Raden Demang Danukusumah, Patih Manonjaya. Setelah menjadi bupati, namanya menjadi R.T. Wirahadiningrat, Bupati Sukapura XII. Beliau diberi gelar Adipati, mendapat payung kuning, dan bintang Oranye Nassau, sehingga mendapat sebutan Dalem Bintang.

Dalem Bintang wafat, penggantinya adalah Raden Rangga Wiratanuwangsa, putranya Dalem Bogor. Setelah menjadi bupati, diganti namanya menjadi R. T. Prawiraadiningrat, Bupati Sukapura XIII (1901-1908). Pada masa ini, ibukota Sukapura dipindahkan dari Manonjaya ke Tasikmalaya. Perpindahan ibukota kabupaten itu terjadi pada tanggal 1 oktober 1901, tetapi diresmikan tanggal 1 desember 1901. Nama kabupaten masih tetap Sukapura, beliau menjadi bupati pertama yang mendapat gelar Aria, sehingga terkenal dengan sebutan Dalem Aria.

Setelah wilayah Afdeeling Mangunreja menjadi bawahan Sukapura, dan Afdeeling Cikajang menjadi bawahan Kabupaten Limbangan, sedangkan Distrik Malangbong dibagi dua, yakni sebagian bawahan Limbangan dan sebagian bawahan Sumedang, maka sejak itulah, Sukapura berubah nama menjadi Tasikmalaya, yakni pada akhir masa pemerintahan R. T. Wiratanuningrat sebagai Bupati Sukapura, yaitu tanggal 1 januari 1913. R. T. Wiratanuningrat diangkat lagi oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi Bupati Tasikmalaya dengan Besluit tanggal 6 September 1913 No. 35, terhitung mulai 1 Juli 1913. Berarti R. T. Wiratanuningrat adalah bupati pertama setelah Sukapura berubah nama menjadi Tasikmalaya. Ia memerintah sampai dengan tahun 1937.

Demikianlah selanjutnya hingga Tasikmalaya berkembang menjadi Pemerintahan Daerah yang otonom berbentuk Kabupaten, bahkan sejak 2001 telah dimekarkan dengan lahirnya pemerintahan kota Tasikmalaya. Hal ini diawali, pada waktu Aben Bunyamin menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya (1976-1981) tonggak sejarah lahirnya Kota Tasikmalaya dimulai dengan diresmikannya Kota Administratif Tasikmalaya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976 oleh Menteri Dalam Negeri H. Amir Machmud. Pada waktu yang sama dilantik pula walikota administratif pertama yaitu Drs. H. Oman Roesman oleh Gubernur KDH tingkat 1 Jawa Barat H. Aang Kunaefi. Pada awal pembentukannya, wilayah kota administratif Tasikmalaya hanya meliputi 3 kecamatan yaitu Cipedes, Cihideung dan Tawang dengan jumlah desa sebanyak 13 desa.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *