Dishubkominfo, Singaparna – Dibalik suara yang akrab di telinga pendengar, seorang penyiar tidak hanya sekadar berbicara di balik mikrofon. Namun ternyata, ada perjalanan hidup yang panjang dan penuh cerita. Salah satunya cerita kehidupan Itep Suherman Dzulkarnaen atau yang lebih akrab disapa Kang Repan.
Nama Repan menjadi salah satu nama yang tidak asing lagi di balik suara yang mengudara dari Radio Purbasora. Repan merupakan singkatan dari Radio Itep Suherman.
“Setelah nama Repan keluar, masyarakat – baik di kampung halaman maupun keluarga sendiri – suka manggilnya Repan, Itep-nya lupa, Dzulkarnaen-nya lupa, Suherman-nya lupa, jadi melekat. Alhamdulillah, semoga menjadi doa,” ucapnya saat ditemui di acara Halal Bihalal Kanca Purbasora, Minggu, 13 April 2025.
Repan mengawali karirnya sebagai penyiar jauh sebelum bergabung dengan Radio Purbasora di tahun 2013 silam. Kecintaannya pada dunia radio sudah terbangun sejak kecil, berawal dari kebiasaan mendengarkan sandiwara radio dan lagu-lagu selepas pulang sekolah. Baginya, radio adalah teman setia di kala sendiri.
“Dulu waktu kecil saya suka sandiwara radio terutama lagu-lagunya. Namanya juga anak muda, pulang sekolah itu ya dengerin lagu-lagu untuk menghibur diri sendiri bahkan menjadi teman dikala kesendirian setelah lelah sekolah. Seru juga bisa berkomunikasi dengan penyiarnya bahkan sesama pendengarnya juga. Akhirnya banyak silaturahmi dapat menambah teman. Itulah awal mula tertariknya,” kenangnya.
Sebelum di Purbasora, Repan lebih dulu mengasah bakatnya di beberapa radio swasta dan bahkan pernah mencoba bekerja di luar kota. Namun ketika kesempatan menjadi penyiar kembali menghampiri, ia tak mampu menolak rasa rindunya untuk kembali ke dunia siaran. Program favorit yang pernah ia bawakan pun tak jauh dari dunia curhat, dimana ia dapat memberikan komentar dan masukan kepada pendengar mulai dari bahas percintaan, keluarga, hingga agama.
Salah satu momen paling berkesan dalam perjalanan siarannya adalah saat ia dipercaya mendampingi aktor sekaligus tokoh publik Deddy Mizwar. “Saya di didik oleh senior saya untuk menjadi penyiar, dan alhamdulillah saya pernah dipercaya mendampingi Deddy Mizwar. Kenangan yang sangat menarik dan membanggakan,” jelasnya.
Perjalanan Repan sebagai penyiar juga banyak mengubah kepribadiannya. Ia mengaku semasa kecil merupakan anak yang introvert, pemalu, bahkan sulit bicara di depan umum. Namun, atas dorongan dari guru dan kebiasaan mendengarkan radio mampu mengasah kepercayaan dirinya sedikit demi sedikit.
“Guru itu nalurinya bagus ya, beliau dapat melihat potensi dari setiap murid yang diajarnya. Saat saya sudah terbiasa berbicara di depan umum, undak usuk bahasa menjadi lebih rapih termasuk kosa kata yang digunakan. Itulah perubahan signifikannya dan tidak tahu akan seperti apa jika saya dulu tidak terjun ke dunia radio,” ungkapnya jujur.
Namun kini, keberadaan radio mulai tergeser setelah hadirnya digitalisasi media yang semakin canggih.
Menurut Repan, menjaga eksistensi radio di era serba digital ini bukanlah perkara mudah.
Namun ia percaya, selama program-program radio mampu memenuhi kebutuhan masyarakat baik sebagai hiburan maupun sarana edukasi, radio tetap akan memiliki tempat tersendiri di hati pendengarnya.
Ia juga memiliki harapan besar untuk radio Purbasora agar terus berkembang dan semakin dekat di hati masyarakat.
“Semoga radio Purbasora semakin tertata programnya makin tertata, semakin dicintai oleh masyarakat, kemudian dukungan dari pemerintah jangan putus, karena tidak semua kabupaten dan kota punya radio LPPL seperti Purbasora ini.” tutupnya penuh semangat.
Eksistensi radio Purbasora ini semakin kesini semakin tumbuh, terbukti dari antusias masyarakat yang selalu bertambah hingga lintas generasi. Hal itu dikarenakan LPPL ini memiliki nilai bagi para pendengarnya, mulai dari anak-anak hingga usia dewasa.***