KONDISI PEWAYANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA SAAT INI, DARI KACAMATA PARA DALANG CILIK

Angga Purnama Restu saat tampil menjadi dalang dalam sebuah pertunjukan

Dishubkominfo, Singaparna – Semangat Angga dan Aditya sebagai dalang cilik tetap menyala dalam menghidupkan seni pewayangan, walaupun mereka sadar betul bahwa kondisi pewayangan di Kabupaten Tasikmalaya saat ini tidak sedang dalam masa keemasannya.

Dalam podcast yang digelar pada Rabu, 7 Mei 2025 itu, keduanya dengan jujur menggambarkan realita yang dihadapi oleh para pegiat seni tradisional khususnya wayang golek.

Aditya Erlangga saat tampil menjadi dalang dalam sebuah pertunjukan

Aditya yang kini duduk di bangku kelas 10 menyebut bahwa keberadaan pagelaran wayang kini sangat jarang ditemui.

“Di Tasik teh ku langki-langki teuing meureun nabeuhna, kesebat melempem mah nya melempem, da aya nu hajat tara nabeuh wayang geuning kitu”, ucap Aditya.

Menurutnya, sekalipun minim ruang tampil, ia dan rekan-rekannya di sanggar tetap berproses tanpa henti. Mereka punya visi sederhana tapi kuat yakni menaikkan kembali bobot pewayangan di Tasik agar tak kalah dengan daerah kota.

Selaras dengan Aditya, Angga pun mengamini bahwa meski pewayangan masih hidup di beberapa wilayah selatan Tasikmalaya namun eksistensinya terkesan tersembunyi.

“Emang saleresna pami diguar, daerah Pakidulan teh seueur tapi dalang sepuh. Jadi bubuhan daerah pakidulan mah tebih ke mana-mana janten tara katingali ku model urang-urang, padahal mah pami diguar deui, wah eta teh harta pisan”, ungkapnya.

Namun, Angga juga menyayangkan bahwa pertunjukan wayang sering kali hanya muncul saat acara desa atau momen tahunan seperti 17 Agustus.

Menurutnya, dalang-dalang di desa sebenarnya punya potensi luar biasa, namun minim wadah dan panggung.

Mereka pun sadar betul pentingnya relevansi zaman bukan hanya sekedar hanya tampil.

“Jadi tren isu teh penting, penting dibawa kana panggung. Misalna kemasan garapan teh meureun ah disesuaikeun weh sareng tren-tren ayeuna tea”, tambah Angga.

Ia percaya bahwa wayang dapat tetap hidup jika ceritanya menyentuh isu-isu kekinian yang dekat dengan masyarakat.

Meski penuh tantangan, perjalanan menjadi dalang tak pernah sepi warna. Aditya dan Angga kompak menyebut, banyak momen lucu dan berkesan mereka alami saat tampil, termasuk pengalaman di perjalanan, kejadian spontan di atas panggung, hingga interaksi menggelikan dengan sinden. Semua itu menurut mereka telah menjadi bagian dari proses yang memperkaya jiwa dan menyemai cinta terhadap seni tradisi.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *