
Dishubkominfo, Singaparna – Di tengah gempuran teknologi dan budaya populer yang makin merajalela, seni tradisional seperti wayang golek sering kali luput dari perhatian generasi muda.
Namun hal itu tak berlaku bagi dua remaja asal Kabupaten Tasikmalaya. Mereka justru tumbuh dengan rasa cinta yang kuat terhadap seni pewayangan Sunda, bahkan menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Kedua remaja ini bernama Angga Purnama Restu, siswa kelas 11, dan Aditya Erlangga, siswa kelas 10. Mereka hadir sebagai narasumber dalam sebuah podcast bertema pewayangan yang digelar pada Rabu, 07 Mei 2025.

Dalam perbincangan hangat tersebut, mereka berbagi kisah awal mula mengenal dunia dalang, perjalanan belajar secara otodidak, hingga akhirnya bertemu dengan guru yang membimbing mereka menekuni dunia wayang secara lebih dalam.
Aditya menceritakan, ketertarikannya muncul dari hal yang sederhana. Ia pertama kali mengenal wayang saat menonton CD yang dijual ayahnya.
“Nah mimitina mah da pami di keluarga mah teu aya nu janten dalang, mung kapungkur pun bapa teh biasa geuning aya icalan kaset CD, tah ningali kaset wayang ah jadi resep meureun kadieu-kadieunakeun gara-gara nonton di CD dalangna Asep Sunandar Sunarya”, ujar Aditya.
Hal serupa juga dialami oleh Angga, momen melihat pagelaran wayang di acara ruwat bumi di desanya menjadi titik awal tumbuhnya rasa kagum.
“Sami sepertos Aditya ti keluarga mah teu aya, teu aya turunan, teu aya teureuh gitu. Mung awal abdi resep teh nyaeta ningali pagelaran wayang, kaleresan di lembur nuju acara, biasa lah ruwat bumi”, jelas Angga meneruskan.
Perjalanan mereka untuk benar-benar menekuni dunia dalang tidaklah mudah. Aditya memulai dengan belajar dari menonton CD dan kaset yang ia dengar sendiri. Kemudian ia dipertemukan dengan Abah Opik Suhendar, seorang dalang senior dari Cineam, dan secara resmi menjadi muridnya menjelang Festival Dalang Anak tahun 2022.
“Teu lami tos sering amengan ka anjeuna langsung nyungkeun seren tampian antawis hoyong janten murid kitu, ijab kobul. Ti dinya abdi teh jadi gaduh guru meureun caritana mah”, jelas Aditya.
Sementara itu, Angga yang tinggal di lingkungan yang jauh dari akses pendidikan seni tradisional, memilih untuk belajar lewat YouTube. Meskipun sempat tidak mendapat dukungan penuh, semangatnya untuk terus belajar tidak pernah padam.
“Upami abdi mah nya saatosna harita wanoh kana wayang, poekeun pisan abdi mah da di lembur teu aya kitu kaleresan nya dukungan ti orang tua oge rada kirang. Seiring berkembangnya teknologi aya lah YouTube kitu ningali lewat video, akhirna tiasa weh sekedak-sakedik mah nya ibing-ibingan wae mah gitu”, ujar Angga.
Podcast ini menjadi wadah untuk menyuarakan semangat mereka dalam melestarikan budaya Sunda. Kisah Angga dan Aditya menjadi bukti bahwa seni tradisional tidak akan pernah benar-benar punah selama masih ada generasi muda yang mau belajar, mencintai, dan menjaga warisan leluhur.*