Dishubkominfo, Singaparna – Di tengah semarak menyambut 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, seorang intelektual muda asal Kabupaten Tasikmalaya, Diwan Masnawi, mengajak masyarakat khususnya generasi muda untuk tidak hanya menoleh ke belakang, tetapi juga menengok ke dalam diri sendiri.
Dalam wawancara yang berlangsung pada Minggu (3/8/2025) di kediamannya, Diwan menyampaikan pandangannya tentang pentingnya refleksi personal sebelum berbicara tentang masa depan bangsa.
“Untuk kita-kita, untuk teman-teman kita yang satu bangsa ya, yang kita kenal aja, bukan untuk yang banyak. Kita perlu sering-sering menengok ke dalam diri kita sendiri lagi. Bertanya tugas saya dalam hidup ini apa? Tugas saya dalam bangsa ini itu apa?” ungkapnya.
Diwan menekankan bahwa sejarah bangsa Indonesia penuh gejolak dan perjuangan. Maka, penting bagi setiap individu untuk menentukan di sisi sejarah mana ia ingin tercatat.
“Apakah kita akan menikmati kebahagiaan shortroom, kebahagiaan-kebahagiaan pragmatis yang hanya jangka pendek, dan kita tercatat dalam sejarah berada di posisi yang merugikan orang lain?. Atau kita akan duduk di sisi sejarah di mana kita terus berupaya menyusun ulang tentang kebangsaan kita yang lebih setara, adil, makmur, berdaulat?” tuturnya.
Lebih jauh, Diwan mengingatkan, perjalanan bangsa tidak akan berarti jika manusianya kehilangan arah hidup. Ia mendorong setiap orang untuk melakukan refleksi filosofis sebagai bagian dari proses menyadari posisi dan peran dalam kehidupan maupun dalam kehidupan berbangsa.
“Kita harus sering-sering melakukan refleksi filosofis. Jadi, bagi saya itu ketika kita lepas dari pertanyaan-pertanyaan filosofis, ketika kita telah menganggap itu selesai dan kita berjalan saja. Kadang kita merasa langkah kita ini tuh sebenarnya menuju ke mana?” ujarnya.
Menurutnya, manusia zaman sekarang sering kali digerakkan oleh dorongan-dorongan biologis, rutinitas, dan tekanan, tanpa mengetahui tujuan akhir dari langkah-langkah yang mereka ambil. Hal ini, ujar Diwan, sebagai kondisi hidup yang mengerikan, hidup yang tiada arah dan tiada makna.
“Kita seakan-akan di drive oleh hormon, oleh kreteg di dalam tubuh kita, tapi kita enggak tahu ini kan ke mana gitu. Tiada ujung, dan mungkin tiada makna. Dan itu sangat mengerikan ketika kita hidup tanpa makna,” pungkasnya.
Seruan Diwan ini menjadi simpul yang kuat dari serangkaian refleksi menjelang HUT ke-80 Republik Indonesia. Kemajuan sebuah bangsa tak hanya dilihat dari pembangunan fisik, tetapi dari kesadaran manusia-manusianya untuk hidup secara utuh dengan makna, arah, dan tujuan yang berakar pada sejarah dan cita-cita kolektif.***